Selasa, 04 Januari 2011

Kondektur Cilik

Banyak cara yang dilakukan orang untuk mendapatkan penghasilan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk kota besar seperti Jakarta, rasanya tidak mengherankan jika semua orang menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan sesuap nasi. Mungkin cerita dibawah bisa menjadi sedikit inspirasi agar kita dapat lebih mensyukuri apa yang sudah Tuhan berikan.


Senin, 21 November 2010...
Sore itu, seperti biasa aku naik metromini untuk menuju kampus. Lagi-lagi, dalam perjalanan aku menemui kejadian yang membuatku agak sedikit terperangah. Biasanya, hanya laki-laki atau perempuan dewasa yang menjadi kondektur metromini tersebut. Tetapi hari itu, seorang anak laki-laki bertubuh mungil yang melambaikan tangannya untuk menjemput para penumpang. Pakaiannya lusuh terkena asap dan debu yang mengepul di setiap perjalanan bisnya. Wajahnya yang masih polos meskipun terlihat lelah tetapi tetap bersemangat menjadi seorang kondektur cilik. 

Dengan penuh semangat, ia berteriak menyebut jurusan metromini yang dia naiki. Dengan cekatan pula, ia meminta ongkos kepada setiap penumpang. Tangan kecilnya memegang sejumlah uang hasil tarikan ongkos para penumpang. Jujur, aku takjub sekaligus miris melihat pemandangan tersebut. 
Di benakku, timbul banyak pertanyaan...

Kemana orangtuanya? 
Apakah ia seorang anak yatim piatu sehingga tidak ada orangtua yang memperdulikannya?
Atau justru malah orangtuanya sendiri yang menyuruhnya berprofesi sebagai kondektur cilik untuk menambah penghasilan keluarga? 

Apakah ia sekolah?
Bagaimana pendidikannya?
Tak adakah yang peduli dengannya?

Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk di benakku. Sejenak aku mengingat masa kecilku dulu. Meskipun tidak sesempurna yang diinginkan, tetapi setidaknya aku masih memiliki orang tua yang memperhatikan dan memperdulikanku. Setiap apa yang aku inginkan akan dipenuhi mereka dengan penuh kasih sayang. Pendidikanku lancar, dan kebutuhan sehari-hariku pun tercukupi. Rasanya tak ada lagi celah untuk mengeluh. Tetapi pada faktanya aku selalu merasa kurang, kurang, dan kurang...

Kejadian itu membuatku sadar bahwa hidup yang kini aku jalani hendaknya aku syukuri. Apalagi, begitu banyak nikmat yang telah Allah berikan padaku. Semoga aku bisa menjadi insan yang lebih baik lagi. Amin...


Mungkin kondektur cilik ini bukan satu-satunya anak yang menjadi "korban" ibu kota. Di luar sana, masih banyak anak kecil yang terpaksa mengais rezeki di kota-kota besar. Ada yang menjadi pengamen, pemulung, tukang semir, tukang ojek payung, bahkan pengemis. Padahal rasanya tidak adil membiarkan mereka mencari penghasilan, apalagi untuk menghidupi keluarga. Tugas mereka adalah belajar, menuntut ilmu demi masa depan. Sebagai orang tua, hendaknya kita bisa lebih bijak untuk tidak memperlakukan anak seperti orang dewasa. Semoga dengan kisah ini, kita dapat menjadi sosok yang lebih bersyukur atas nikmat yang telah diberikan. Amin.

1 komentar:

  1. The Best Titanium Cup for Black Peppers - Tithology
    Tithology – Great to use with your pepper! Ingredients: Carrots, White Vinegar, Tomato, Salt, Acetic Acid, babyliss pro nano titanium straightener Xanthan Gum, titanium trim hair cutter reviews Salt, titanium cookware Xanthan black titanium wedding bands Gum, 2020 edge titanium Thyme Powder, Spices and

    BalasHapus